Kamis, 18 Oktober 2012

Gunung Pangrango


Mandalawangi, Sebuah Catatan Diri
by Boim Akar on Tuesday, April 12, 2011 at 9:23pm ·

mandalawangi
pada sebuah lembah bernama mandalawangi
ingatan itu tertuju pada rautmu

pada ujung senja di lembah itu
namamu terselip dalam doa penyambutan malam

-----------------------------------------

hari masih pagi. udara bersih menerobos paru-paru dengan leluasa. membanjir di kedua biliknya dan menghantarkan pesan segar ke otak. daun-daun bergesek diterjang angin pagi yang dingin. sementara kicau burung berebut makan, mengusik dominasi riak air pada air terjun kecil setinggi hanya kurang 2 meter saja. rumputan masih basah oleh embun. beberapa titik nya terseret ujung celana tebal yang saya pakai tidur semalam. beberapa lagi, tergerus sandal jepit yang mulai basah.

kami, dilembah cinta mandalawangi, gunung pangrango. berada pada ketinggian lebih dari 2900mdpl, dibawah naungan biru langit. edelweis sang bunga abadi menghampar dikanan kiri. tidak menebarkan bau, tapi keabadiannya menggetarkan sang pencinta yang sedang di mabuk asmara. hingga pujangga-pujangga menyamakannya dengan nyawa percintaan dan lambang keabadian. entahlah.

kami ber tujuh. merelakan malam kami yang seharusnya untuk tidur, demi perjalanan dari jakarta ke cibodas. menerjang jalanan setelah penat bekerja semnggu penuh. apa gunanya menjadi biasa, kalau kita bisa menjadi luar biasa. apa enaknya menjadi pengikut, kalau kita bisa jadi pemula. cibodas tengah malam itu,  masih seperti dulu. ramai oleh hiruk pikuk pedagang dan pendaki gunung. setidaknya, mereka yang mengaku pendaki gunung. meski ketika berjalan, mereka tidak ada bedanya dengan para rempakem yang mengedapankan mode dan merek ketimbang prosedur keselamatan. membahas harga carrier yang dibawa, atau membandingkan kekuatan sandal yang di pakai.

dari pelataran parkir taman raya cibodas, berpindah ke sebuah rumah panggung tempat para volunteer di TNGP bersarang, menghabiskan sisa gelap hari dengan berbincang melepas rindu dengan teman-teman disini. beberapa teman baru memperkenalkan namanya. pun beberapa teman lama menjabat erat tangan kami. hangat dan bersahabat.

lembah mandalawangi, ditempuh dengan 7 jam perjalanan normal dari resort cibodas. tentu saja banyak yang tidak setuju. karena pada kenyataannya, sepuluh sebelas jam belum tentu bisa mencapai puncak pangrango. tapi itulah, setidaknya, begitu yang tertulis.

kami dilembah "cinta" mandalawangi.
tempat yang selalu didatangi oleh almarhum soe hok gie, ketika dia merasa sepi, ketika dia penuh inspirasi, ketika kebahagiaan menjadi  bagian sehari-hari. ini tempat keramat buat gie. langit birunya, hamparan rumputan yang membentang, berwarna hijau kecoklatan, berpadu dalam kabut tipis yang pelan datang dan cepat pergi. memberangus kami yang kedinginan dan berusaha mencari hangat dalam terik pagi. tentu saja, tidak sama dengan masa gie dahulu. hari ini, lembah sakral itu adalah miniatur cafe tempat tawa-tawa keras terdengar hingga malam. tempat keheningan memberontak dijajah celoteh para pendaki yang datang.

faries masih tidur, mata ini rasanya ingin terus terpejam. namun riuh suara diluar memaksa untuk terjaga. udara cerah betul. awan membentuk sosok-sosok imajiner dalam bentangan biru yang sempurna. embun pagi masih tersisa. diluar, puluhan pendaki sibuk berphoto. ah, inilah potret mandalawangi hari ini.

kemarin, kami sepagi ini juga, kami baru bangun dan bersiap-siap. menempuh perjalanan dalam naungan kanopi pohonan rasamala yang agung. jalur pendakian pos cibodas tak banyak  berubah. hanya jumlah pendaki saja yang riuh benar hari itu. pendakian masal 150orang, membuat pos serasa loket antri karcis sepak bola. ramai dan gaduh.

siang jam 9 kami berangkat. menata nafas dan berusaha membetulkan paru-paru. melewati pos demi pos hingga berhenti di pelataran kandang batu, menjelang air terjun panca weuleuh. makan siang, kopi dan susu. serta sholat. rasanya teduh betul. tujuh orang dari kami menarik perhatian pendaki lain  untuk ikut berhenti. menunaikan sholat dan kemudian berucap terima kasih dan pergi melanjutkan perjalanan. keramahan khas pendaki. dan basa basi khas pendaki juga.

lewat tengah hari, perjalanan memasuki kandang badak. istrihat urgent dilakukan. setelah menyapa beberapa teman, pendakian dilanjutkan. target kami. ya disini ini, lembah cinta mandalawangi. meski nafas terus-terusan tergerus. semangat dibakar pada batang-batang rokok yang dihisap ketika rehat. faries, uchit, sigit, dan baru priyo, teman saya kerja dulu, terseok-seok melangkahkan kaki. menembus sungai kecil. meloncat diantara pohon-pohon tumbang yang tidak bisa dilewati dengan merangkak, atau bahkan betul-betul jongkok ketika pohonan tumbang lain ternyata terlalu tanggung untuk dilompati. dua teman yang lain sudah lebih dulu berjalan.

sepanjang jalur pendakian menuju puncak pangrango memang banyak sekali ditemui pohon tumbang berbagai ukuran. melelahkan tentu saja. namun mengasikkan. pun, banyaknya jalur baru yang menerobos jalur lama, sehingga trek, meskipun lebih pendek, menjadi lebih sulit didaki.

dan pagi ini, semuanya begitu indah. dimanjakan birunya langit dan awan-awan dalam formasi cantik. edelewis yang malu-malu mekar. serta gugusan gunung salak terlihat jelas membentang di sebelah barat.  namun, hanya sampai jam 10 siang kami disini. puas berphoto-photo di titik triangulasi, kamipun turun. meninggalkan sejuta keindahan dalam kenangan. seelok edelweis di lembah cinta. seelok persahabatan ini.



catatan dari mandalawangi:
terima kasih buat :
Allah SWT, Tuhan ku buat penciptaan-Mu yang dahsyat
Rasullullah , yang menajarkan ksabaran selalu
Emak dirumah, terimakasih untuk pengertian mu selalu.
Qisut, for being my driver forever....
Faries, Uchit, Sigit, untuk perjalanan yang menginspirasi ini
Baru, Mono, Andi, Hendra... untuk tebengannya ke cibodas
Soe Hok Gie, untuk photo mu di triangulasi pangrango yang berusaha ditiru

Rabu, 17 Oktober 2012

My Little Collection

Slow Speed
Lembah Mandalawangi

Sisi Terang Jakarta


Gunung diatas Awan

Edelweis nan membiru

Melihat lebih dekat arti dari keabadian

Penghujung Embun

Sebuah kemurnian

Lingkar Jakarta

Kereta Kuda 

Burung Camar

Sudut Kecil

Senja dan kemiringan horizontal

Perspektif klasik

Sisi Gelap Jakarta

Sorot Lensa

Pendakian Gunung Gede

"Tapi Inilah petualangan, Aku melangkah ke dalam ruang ketidak tahuan. Kusadari sepenuhnya, ada bahaya di sekitarku. Kuakui lebih merupakan bayangan ketimbang kenyataan, dan sebuah kecintaan atas kelengangan liar bukit-bukit sekitarku" (Chris Benington)


Mendaki Gunung Gede (10/9/2012),  hal ini bagi sebagian orang mungkin sebuah perjalanan yang biasa, bahkan ada yang sempat beberapa kali mendaki.  Saya sendiri sudah 3 kali menyambangi puncak gunung gede, namun tetap saja, saya takjub dengan anugrah Allah SWT ini.

Pada pendakian kali ini saya ditemani Rekan kantor saya yaitu Pak Widadi, dan Azrina Yulyany. Yang membuat perjalanan ini tidak biasa adalah karena Azrina merupakan seorang wanita yang baru pertama kali mendaki gunung. Semangatnya bukan tanpa alasan, salah satunya adalah karena dia belum pernah, dan ingin sekali mecoba mendaki gunung.

Edelweis & semoga Abadi
Perjalanan kami dimulai semenjak pagi  (8/10) dari cimanggis dengan mengendarai sepeda motor ‘matic’, yang penuh sesak dengan peralatan pendakian kami.  Rencanaya kita akan bertemu dengan Pak Widadi di Cibodas sekalian validasi pendaftaran. Cuaca pagi itu sedikit tidak bersahabat, dalam perjalanan kami pagi itu, kami di temani dengan rintik hujan yang menambah dinginnya pagi kami. Sesampainya di Bogor, gerimis pun tak kunjung reda, sampai akhirnya kami mampir untuk menghangatkan tubuh dengan semangkuk bubur ayam cianjur. Semangkuk itu pun habis dan alhamdulilah ya..sesuatu (Syahrini mode on) gerimis pun berhenti, yang tentunya kembali meningkatkan semangat kami berdua untuk berkendara ke Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Cibodas.

Sesampainya saya disana, saya menunggu sejenak di warung Pak Idi, untuk menunggu Pak Widadi dan menitipkan sepeda motor. Selang beberapa jam Pak Wid-pun tiba dan kami pergi ke tempat Validasi. Hmmmhhhh… proses validasi ternyata seperti halnya gambaran proses birokrasi di Indonesia, yang bertele-tele dan lamban. Tapi sudah biasalah, bagaimanapun saya juga Indonesia.

Akhirnya proses Validasi selesai dan kami bertiga resmi disetujui untuk mendaki Gunung gede. Rencananya rute yang ingin kami ambil adalah melalui Pos Gunung Putri dan turun di Gunung Putri  juga. Secara ideal untuk mencapai Kawasan Surya Kencana (Surken) dari Gunung Putri akan menempuh waktu sekitar  3-4 jam.

Surya Kencana merupakan sebuah lapangan datar dan luas pada ketinggian 2.750m dpl, yang terletak di sebelah timur puncak Gede, disini terdapat padang rumput dan padang edelweiss, dimana para pendaki biasanya berkemah disini sebelum menaiki Gunung Gede. Alasanya adalah disini satu-satunya lokasi yang terdapat Airnya.

Next
Oke… perjalanan kami pun dimulai, dari Cibodas kami menaiki angkot jurusan Cibodas-Cipanas, dan melanjutkanya menaiki angkot ke Gunung Putri. Kali ini kami men-charter angkot tersebut dengan alasan agar lebih cepat, Rp. 50rb bertiga, yaaah.. kami pikir pantas dari pada harus berputar2. ( padahal udah muter2 3 kali gara-gara di bohongin supir angkot, haduuhhhh)

Sesampainya di Pos Gunung Putri kami melakukan Registrasi, kami di berikan informasi mengenai aturan dan rute pendakian. “Kalian jangan sampai merusak habitat alam ya, jangan merusak tanaman dan membawa pulang atau membakarnya, oiya klo di surken jangan setel MP3 keras-keras, sebab akan menggangu habitat alami burung. Satu lagi bawa sampahnya turun ya” ujar sang jagawana.

Dalam perjalan awal ini,  kami di sediakan pemandangan perkebunan rakyat, yang tampak begitu subur dan luas. Para petani terlihat sibuk merawat dan ada juga yang sedang memanennya. Kebun Tomat, Kol, Wortel dan Lobak Putih menjadi pemandangan wajib kali itu.

Diseperempat perjalanan ini, kami terus menjumpai rute yang cukup terjal, dan hal ini sedikit mengkhawatirkan saya, karena ada Wanita di kelompok kami.  Namun rupanya saya tidak perlu khawatir, karena rupanya Azrina cukup mahir melewati akar-akar ini yang lumayan sulit dibayangkan.

Kami terus menyemangatinya, “ayo rin tinggal dikit lagi”. Semangat..semangaaatt….. Tancap terus, naik teruus. Hhmmmhh…

Sampai akhirnya semangatnya pun kendur, ketika malam sudah menghampiri perjalan kami. Tergopoh-gopoh melalui akar demi akar dengan bantuan senter kepala, yang sepertinya cukup membuat pusing kepala. Saya pun kembali menyemangatinya, “Ayo rin 15 menit lagi” sampai akhirnya dia menjawab “bodo amat, kamu ga lulus SMA ya, itungan waktunya salah terus.. “ ujarnya.  Hahahahhaaaaa.. 

Tepat pukul 19.00 WIB, kami tiba di Surya kencana, kami bertiga bersyukur bisa sampai. Tenda kami dirikan dan kami memasak air sejenak untuk membuat secangkir kopi hangat, energen sereal dan memasak mie instant.

Malam ini terasa begitu panjaaaang, kedinginan malam itu hampir mencapai 5 derajat celcius. Slepping Bag bahkan seperti tidak mampu menahan kedinginan malam itu.

Sampai sayup-sayup terdengar, ‘Nasi uduk-nasi uduk’ wah ternyata di gunung ada yang jualan nasduk.. hwahaaa.. lumayan. Rp. 10rb untuk satu bungkus, rupanya tetap harus kami tebus untuk membuang lapar malam itu.

Pagi pun tiba, dan saya merencanakan untuk pergi ke Puncak gunung Gede, sekitar 1 jam dari Surken. Kami membagi tugas, Pak Wid menjaga Tenda dan peralatan lain, sementara saya danAzrina pergi ke Puncak Gunung Gede. Sebagai catatan Pak Wid yang mirip dengan Preiden Amerika Barrack Obama ini, sudah bosan ke Gunung Gede, menurut catatanya sudah banyak gunung yang di daki,  jadi klo ke puncak gede aja si udah bosen… hahahhaaah.



Kembali ke cerita.. Rupanya semangat pagi itu membuat Rina mau mendaki ke Puncak Gede, walaupun sesekali terlihat kepayahan.
Kiranya inilah gambaran kebahagiaan itu,  “Horeeeee. Alhamdulillah.. Sampai juga” terlihat beberapa saat Azrina sempat terdiam degan melihat takjubnya puncak gunung Gede,  yang juga terlihat pesona Gunung Panggrango dari kejauhan.


Kami turun dari Surken tepat hari Minggu pukul 11.00 WIB. Kali ini perjalanan lebih ramai dari biasanya, karena banyak dijumpai perkumpulan Pencinta Alam yang sama-sama turun pada waktu yg bersamaan. Sekali waktu kami saling bertegur sapa dan saling memberi semangat.






Curug Seribu




Kriiing.. Kriiing Bunyi Alarm Itemberry yang bising mengganggu tidur liburku… Hoaaaaaammmh… Rasa-nya berat betul mata ini untuk terbuka, tapi terbersit klo hari ini kan saya akan berencana untuk pergi ke Gunung Bunder, dimana saya akan berkunjung ke Curug Sewu.


Setelah melepas malas dan sembari mengumpulkan nyawa, (ala saint saiya lg ngumpulin tenaga… hiiiiaaaatttt bwwwaahhh) saya beranjak mandi dan bersiap.. Breeeemmmm Honda CBR-ku siap untuk menjemput si Rina sang Pujaan Hati (4L4Y B3T D444H)…sampai dirumahnya langsung mampir buat subuhan (alim kan gw, di depan calon mertua hahahahaha)… sooo, selesai berpamitan kita berdua berangkat ke titik kumpul di Margo City Depok. Perjalan kami dimulai pukul 6 Pagi, Tepat di depan Margo City kami berkumpul…  ada Uchit Climber, Sigit07, dan Vina

Bismillahirohmanirohiiimmm, kita berangkat……> setelah menempuh 2 jam perjalanan akhirnya kita sampai juga di Gunung Bunder.

Gunung Bunder adalah desa di kecamatan pamijahan bogor jawa barat.Kawasan Gunung Bunder memiliki ketinggian antara 750-1.050 meter dari permukaan laut (dpl) dan sebagian besar merupakan hutan produksi milikPerhutani yang ditanami dengan pohon pinus.
Di kawasan tersebut terdapat sebuah bumi perkemahan dengan fasilitas pelatihan luar ruang (outbound training). Gunung Bunder terkenal juga dengan beberapa air terjun (curug) serta Kawah Ratu.

Beberapa curug (air terjun) di Gunung Bunder diantaranya adalah Curug Cihurang, Curug Ngumpet, Curug Cigamea, dan Curug Seribu. Semua curug tersebut terletak dekat dengan jalan raya sehingga mudah dijangkau.

Jika Anda ingin melakukan perjalanan ke sana, kalau dari arah kota Bogor Baranang Siang lalu menuju IPB dan terus lurus, kemudian Anda belok ke Cikampak atau dari arah Cibatok. Di sana Anda akan bertemu dengan Kecamatan Pamijahan, Bogor. Anda bisa lewat Gunung Picung atau Gunung Bunder. Di Gunung Bunder Anda akan bertemu daerah wisata yang sangat indah yaitu Bedeng, di sana terdapat banyak villa.Sebelum masuk ke Wisata Curug Seribu kita akan dikejutkan dengan kontur jalan yang masih berupa bebatuan cadas dan kalau buat newbie yang naik motor pasti kewalahan lewat jalan itu (gaya bgt…)Sampai akhirnya kami bertemu dengan pos, disana kita akan bayar tariff masuk... yaaaaah, relative murah ko’…

Setelah parkir motor dan menitipkan beberapa perbekalan kami, akhirnya kami berjalan dan mulai mendaki ke kawasan Curug Seribu. Jalan yang dilalui cukup menyulitkan, selama beberapa menit kami ditemui dengan jalan yang terjal menurun dan hal ini cukup menyulitkan sehingga beberapa rekan kami harus jongkok untuk menuruni-nya (Rina BGT).... Setelah menempuh jarak Satu jam kurang, akhirnya kami sampai juga di Curug Seribu. Yah.. Liat deh.. Keren bgt kaan.....!

Disana kami juga sempat berendam di dinginnya air pegunungan.. teman kami yg lain juga sedang asik memotret ria.  pkoknya ga rugi deh, klo bosen ke puncak kesini aja,,, memuaskaaaan... Keren bukaaan..?